Di sebuah rumah tua diperkampungan kecil yang sangat sederhana. Hiduplah keluarga kecil yang terdiri dari ibu dan 2 anaknya. Ibu tersebut bernama Lia, dia merupakan seorang pedagang kecil yang menjual beraneka macam kue. Ibu Lia berjualan kue berkeliling kampung dengan bersepeda angin. Penghasilan yang pas-pasan ia gunakan untuk menghidupi 2 orang anaknya. Semenjak ditinggal oleh suaminya, Ibu Lia harus menanggung beban hidup sendiri.

Dia berangkat berjualan pada pagi hari dan pulang pada sore hari. terkadang dia harus menerima nasib apabila dagangannya banyak yang tidak laku dan harus dibuang karna tidak bisa dijual esok hari. Pada suatu sore, anak Ibu Lia yang masih duduk di bangku sekolah dasar bernama nina menangis hingga sang kakak mendengar suara tangisan adiknya yang saat itu berada di ruang sebelah. samar-samar terdengar dan makin lama semakin keras terdengar, segeralah Sita berlari menghampiri adiknya tersebut. 

“Mengapa kamu menangis Nina?” tanya Sita. Nina pun tidak menghiraukan dan menangis semakin kencang. Sita hanya bisa berusaha menenangkan adiknya dengan memeluknya, namun tangisan tersebut tak kunjung reda hingga terdengar suara Assalamualaikum ucap Ibu Lia. saat memasuki rumah. Sita yang mendengar suara Ibu langsung menghampiri dan berkata ” Ibu, nina menangis di kamarnya.”. Ibu Lia langsung menghampiri Nina dengan perasaan khawatir sembari bertanya “kenapa Nina Menangis?”. Nina bercerita sambil sesegukan, ” Tadi sepulang sekolah, aku ingin ikut bermain dengan teman-temanku di lapangan. Tetapiu mereka malah menjauhiku dan mengatakan bahwa mereka tidak mau bermain denganku karena aku tidak memiliki apa-apa” mereka mengatakan hal tersebut sambil berteriak, hanya yang punya harta melimpah yang boleh bermain dengan kita. kita tidak bisa bertukar bekal karena aku hanya membawa sebungkus nasi dengan lauk sederhana, ujar Nina mengakhiri ceritanya disertai tangisan yang semakin menjadi.

Sang Ibu mendengar cerita tersebut langsung terdiam, ikut merasakan sakit yang dirasakan oleh anaknya. Dia memikirkan betapa malangnya kedua anaknya, dengan kondisi sepatu yang terbuka dibagian depan sehingga harus direkatkan terlebih dahulu sebelum dipakai berangkat sekolah. Tas yang digunakan pun dibelikan Ibu di pasar loak yanng harganya sudah sangat murah dengan kondisi yang memprihatinkan. Ibu Lia hanya bisa menenangkan anak bungsunya itu dengan memeluk erat.

Keesokan harinya, Ibu Lia berangkat berjualan lebih pagi dengan tujuan untuk berjualan keluar kampung kecil yag ditinggalinya untuk berjualan di tempat lain. Dia bertekad untuk menghabiskan barang jualannya. Dia mengayuh sepeda tuanya dibawah terik matahari, berpindah dari tempat satu ke tempat yang lainnya. Sejak saat itu, Ibu Lia selalu berangkat lebih pagi dan pulangnya lebih sore untuk berdagang. Di akhir pekan pun Ibu Lia mencari pekerjaan tambahan dengan menjadi buruh cuci untuk mendapatkan tambahan pemasukan.

Beberapa bulan kemudian, Ibu Lia memberikan kejutan kedua anaknya yaitu tas dan sepatu baru. ” Ibu belum bisa membelikan tas dan sepatu yang mahal” Ujar Ibu Lia “Tetapi Ibu belikan supaya tas dan sepatu kalian lebih layak untuk dipakai”. Sita dan Nina mengucapkan terimakasih dan dipeluklah Ibu oleh mereka berdua. 

Beberapa minggu kemudian, Ibu Lia masih melakukan aktivitasnya dari berangkat pagi dan pulang lebih sore. serta menjadi buruh cuci di suatu tempat untuk bisa memberikan kehidupan yang lebih layak kepada anak-anaknya. Namun pada suatu hari, Ibu Lia jatuh sakit yang membuat kedua anaknya harus bekerja untuk melangsungkan kehidupan mereka. Mereka berjualan korang setiap pulang sekolah dan menggantikan sang ibu berjualan kue dengan berjualan di sekolah.

Nina merasakan dengan berjualan, sulitnya mendapatkan pemasukan. Dia sedikit merasakan apa yang Ibunya rasakan selama ini. Dengan begitu dia ingin mensyukuri apapun yang dia miliki dan tidak teralu memusingkan perkataan teman-temannya. Supaya Ibunya tidak perlu bekerja keras lagi seperti sebelumnya. 

Karya : Aqila Fadhilatun Nisa/ 9.8-07
Editor : Humas Team

. Dia sedikit