Awal Mula
Garis hidup seseorang laksana arus listrik. Menyala menuju satu titik cerah sesuai volume arus yang dirangkainya. Demikian pula yang terjadi ketika nyala hidup pasangan muda yang kemudian kita kenal sebagai ustadz Shoheh dan ustadzah Mariyam bergerak menuruti anyaman cita cita dan mimpinya. Setelah menikah pada sekitar tahun 1934 di kota Solo, pasangan muda ini hijrah dari kota Solo ke kota Sidoarjo. Keduanya tiba di daerah Jetis dan berkenalan dengan seorang ulama bernama KH. Sahal dan memutuskan untuk tinggal di daerah Jetis ini. Ustadz Shoheh yang lulusan Mambaul Ulum Solo dan ustadzah Mariyam yang merupakan alumni sekolah Muallimat di daerah Laweyan Solo adalah figur pengabdi masyarakat yang sangat perhatian pada pendidikan. Ketika menetap di daerah Jetis itulah, terpanggil jiwa beliau untuk mengajar dan menghidupkan kegiatan keagamaan setelah melihat kondisi masyarakat pada umumnya yang belum tersentuh oleh pendidikan agama. Rupanya, mengajar bagi mereka berdua merupakan rekreasi akademik yang harus dinikmati disamping sebagai suatu bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Pada awalnya kegiatan belajar mengajar tersebut berjalan sangat sederhana. Tidak ada yayasan atau badan hukum yang membentuk. Cukup dengan izin dari KH. Sahal, seorang ulama daerah setempat yang juga sahabat beliau, kegiatan pengajaran yang selanjutnya dikhususkan bagi anak anak perempuan ini akhirnya dapat dilaksanakan. Materi yang diajarkan adalah materi keagamaan. Dengan semangat seorang pejuang pendidikan, Ustadz Shoheh dan ustadzah Mariyam mengembangkan kegiatan tersebut dengan dukungan dari warga sekitar. Optimisme dan nilai nilai agama bagi ustadz Shoheh dan ustadzah Mariyam merupakan harta berharga yang harus ditumbuhkan dalam diri setiap generasi dalam menapaki kehidupan di masa depan. Rupanya, bekal itulah yang ingin beliau berikan kepada anak didiknya.
Setelah tiba kembali di kota Sidoarjo untuk yang kedua kalinya yaitu pada tahun 1938, beliau tinggal di daerah Pandean. Seperti halnya di daerah Jetis, disini juga dirintis dan dikembangkan kegiatan pendidikan keagamaan bagi anak anak perempuan. Bersama warga sekitar kegiatan tersebut dikelola dengan baik dan berkembang. Beliau mengajar sampai dengan tahun 1946, karena pada tahun tersebut beliau harus kembali ke kampung halaman di kota Solo selama kurang lebih tiga tahun lamanya. Pada tahun 1949 ustadz Shoheh dan ustadzah Mariyam kembali datang ke kota Sidoarjo. Beliau sempat bertempat tinggal di daerah Kuthuk, namun beberapa lama kemudian beliau pindah ke daerah Celep. Visi dan misi pendidikan khusus perempuan mencapai estafetnya di daerah Celep ini. Upaya peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar benar benar dilakukan sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik dan mendapat respon positif. Jumlah siswa semakin banyak dan mereka tidak hanya berasal dari daerah sekitar tetapi juga berasal dari hampir seluruh daerah di wilayah kabupaten Sidoarjo. Selanjutnya, dengan dukungan dari berbagai pihak kegiatan ini ditingkatkan kualitasnya menjadi kegiatan belajar mengajar formal yang kemudian berkembang menjadi sebuah lembaga pendidikan yang bernama madrasah BANAT CELEP dengan ibu Bastomi sebagai kepala sekolahnya.
Madrasah BANAT CELEP merupakan cikal bakal madrasah BANAT PUCANG. Madrasah khusus perempuan ini pernah menjadi yang terbaik pada masanya. Berhasil meraih kejayaan cukup lama baik secara akademis maupun non akademis. Jumlah siswa yang menuntut ilmu di BANAT CELEP cukup besar bahkan kemudian oleh masyarakat dijadikan sebagai pembanding terhadap madrasah BANAT KUTHUK , madrasah khusus putra yang sekarang kita kenal sebagai sebuah lembaga pendidikan MINU di jalan KH. Mukmin Sidoarjo.
Masa Perintisan
Awalnya adalah sebuah cita cita PCNU dan PC Muslimat Sidoarjo yang ingin memiliki sebuah lembaga pendidikan seperti Taman Pendidikan Putri (TPP) Khadijah Wonokromo Surabaya, yang pada masa itu merupakan Taman Pendidikan Putri terbesar di Jawa Timur. Melihat kondisi madrasah BANAT CELEP yang cukup maju dan potensial, para founding fathers kita melihat perlunya memenuhi kebutuhan pendidikanumat secara profesional ke depan. Untuk itu diperlukan barbagai upaya dan langkah langkah pengembangan, baik dari segi sarana dan prasarana. Beberapa waktu kemudian dilakukan koordinasi secara internal dikalangan pengurus organisasi NU dan Muslimat NU cabang Sidoarjo untuk langkah pengembangan madrasah. Hal tersebut dimantapkan dengan rencana pembelian tanah di jalan jenggolo Pucang yang berproses pada awal tahun 1954. Sebidang tanah dengan sebuah bangunan rumah diatasnya itu dibeli dengan harga Rp. 50.000. Satu langkah maju bagi pengembangan sebuah lembaga pendidikan yang representatif akhirnya terwujud. Selanjutnya, kegiatan belajar mengajar berpindah ke daerah Pucang sehingga kemudian madrasah ini lebih dikenal sebagai madrasah BANAT PUCANG.
Masa Pembenahan
Perubahan-perubahan yang cepat dan dahsyat di dunia luar merupakan tantangan yang harus dijawab oleh madrasah BANAT PUCANG sebagai institusi pendidikan. Perhatian selanjutnya difokuskan pada pembenahan sarana prasarana sekolah, sekitar tahun 1967 dibangun beberapa rauang kelas dengan dana dari Muslimat NU cabang Sidoarjo. Seiring dengan dinamika zaman yang terus bergulir dan persaingan antar sekolah yang semakin kompetitif, sebuah keputusan akhirnya diambil dimana pada tahun 1975 nama madrasah BANAT PUCANG diganti menjadi Madrasah Ibtida’yah Nahdlatul Ulama (MINU) PUCANG.Konsekuensi dari keputusan tersebut sekolah kemudian tidak lagi khusus perempuan, tetapi juag menerima siswa laki-laki.
Langkah pembenahan dalam tata tertib sekolah dilakukan pada tahun 1977 ketika dilakukan perubahan hari libur sekolah dari hari jumat menjadi hari minggu. Pembenahan sarana dan prasarana kembali dilakukan pada tahun 1978 ketika berhasil mendapat bantuan lagi dari pemerintah melalui Dirjen Pendidikan.
Masa Pengembangan
Berlandaskan pemikiran bahwa sulit bagi suatu institusi pendidikan untuk dapat berkembang secara optimal tanpa didukung manajemen yang profesional, maka untuk pertama kalinya pada tahun 1987 dibentuk organsasi kepengurusan bagi MINU PUCANG yang diketuai oleh ibu Hj. Hindun Sulaichan Gani. Gerak cepat dan konsolidasi pengurus segera dilaksanakan guna mempebaiki kondisi yang ada untuk lebih baik lagi, terkait dengan penigkatan kualitas kedisiplinan, kesejahteraan guru, penataan administrasi dan pengadaan saranan pendidikan. Setelah dua periode kepemimpinan ibu Hj. Hindun Sulaichan Gani, pada tahun 1993 dikarenakan faktor usia beliau mengundurkan diri dan digantikan oleh ibu Hj. Nur Abidah Qusyairi. Agar ide ide baru bagi pengembangan MINU PUCANG dapat terlaksana, maka dilakukan upaya studi banding ke beberapa sekolah yang dipandang bagus. Hasilnya didiskusikan bersama untuk diimplementasikan, secara bertahap kemajuan terlihat nyata.
Pengabdian ibu Hj. Nur Abidah Qusyairi sebagai ketua pengurus MINU PUCANG berjalan sampai dengan tahun 1995 dikarenakan pada bulan november pada tahun tersebut beliau wafat. Setelah kepengurusan vakum selama hampir 4 tahun lamanya, tanggungjawab operasional sekolah untuk sementara diamanahkan kepada ibu Tholi’ah yang sudah 17 tahun menjabat sebagai kepala sekolah. Sedangkan fungsi kepengurusan diserahkan kepada ibu Hj. Maslichah sampai dengan tahun 1999 hingga status DISAMAKAN berhasil diraih melalui akreditasi di tahun 2001. Melalui Perjuangan, do’a dan kerja keras Ibu Tholi’ah pada Tahun 2001 MINU PUCANG mulai dilirik warga sekitar kecamatan Sidoarjo, dari 6 Kelas, pada tahun 2001 MINU PUCANG berhasil mendapat 2 kelas untuk kelas 1. Agar kepercayaan masyarakat dapat dipertahankan, maka pada tahun 2003 dilakukan suksesi kepemimpinan di MINU PUCANG dari Ibu Tholi’ah pada Ibu Yuli Astutik, M.Pd.I.
Pada tahun 2003 seluruh Staf, dewan Guru dan Pimpinan bersepakat bahwa untuk bisa eksis MINU PUCANG harus merubah paradigma dari madrasah yang dikelolah secara tradisional menjadi madrasah yang dikelolah secara modern dan terbuka. Pada tahun 2003 akhirnya MINU PUCANG dapat meraih Juara harapan Lomba LLSS tingkat provinsi. Pada tahun 2005 berdasarkan surat keputusan nomor : 001/B/SKI/IV/2005 terjadi suksesi kepemimpinan dari Ibu Yuli Astutik M.Pd.I ke Bapak Syamsuhari, S.T., S.Pd dan pada tahun itu juga MINU PUCANG berhasil naik Peringkat di lombah LLSS dari juara harapan menjadi juara 3 provinsi Jatim. Mulai tahun 2004 itu jumlah siswa meningkat secara signifikan 3 kelas pararel selalu didapat dalam setiap PSB. Pada masa kepengurusan periode berikutnya, masa bakti beliau sebagai kepal sekolah MINU PUCANG diperpanjang lagi dengan surat keputusan nomor : 348/A/PCM-NU/XII/2008 sampai dengan tahun 2012. Dibawah kepemimpianan Bapak Syamsuhari, S.T., S.Pd perkembangan MINU PUCANG cukup pesat, kepercayaan masyarakat semakin meningkat dari tahun ke tahun. Seleksia penerimaan siswa baru menjadi semakin ketat karena kualitas yang ingin dicapai seiring dengan tingginya animo masyarakat dan peserta didik untuk dapat bersekolah di MINU PUCANG.
Pencapaian, langkah dan dan strategi pengembangan terus ditingkatkan dan dilanjutkan dengan suksesi kepemimpinan MINU PUCANG dari Bapak Syamsuhari, S.T., S.Pd., S.Pd.I., MM kepada Bapak M. Hamim Thohari, S.Pd., MM pada tahun 2012 dengan tetap mengedepankan mutu dan kualitas pendidikan sebagai sekolah internasional dengan menginduk kepada Cambridge University. Sedangkan Bapak Syamsuhari, S.T., S.Pd., S.Pd.I., MM mengemban amanah sebagai Quality Assurance sekaligus kepala sekolah di MTs Bilingual Muslimat NU Pucang Sidoarjo yang merupakan pengembangan dari MI Ma’arif NU Pucang Sidoarjo hingga saat ini. Enam tahun berjalan kesuksesan demi kesuksesan mewarnai perkembangan MTs Bilingual Muslimat NU Pucang Sidoarjo. Prestasi dan penghargaan silih berganti diterima sebagai pembuktian kualitas proses pembelajaran yang ada didalamnya. Prestasi terkini yang patut membuat bangga seluruh civitas akademika adalah kemampuan siswa siswi MTs Bilingual Muslimat NU Pucang Sidoarjo menyabet 5 besar posisi teratas peringkat UN kabupaten Sidoarjo dalam keikutsertaan UNBK 2017 pertamanya.